Langit tak berpihak lagi padaku.
Sejak tiga hari mendung datang hanya berjalan. Gelap sesaat, tapi jelang sore, terik masih kerap membuat berkeringat.
Apa guna payung dua biji di dalam tasku? Continue reading “Rinai”
Langit tak berpihak lagi padaku.
Sejak tiga hari mendung datang hanya berjalan. Gelap sesaat, tapi jelang sore, terik masih kerap membuat berkeringat.
Apa guna payung dua biji di dalam tasku? Continue reading “Rinai”
aku tak bisa melihat hujan yang katanya
banjir sore ini. hanya ada anak itik gelenggeleng
mencari bulunya yang patah sebelah.
seharusnya dingin sore ini merusuk hingga
aku tak mau lepas, memeluki angan.
tapi anak itik itu malah menangis
berteriak, “apa kau tak kedinginan?”
aku lama lupa semua rasa. bahkan saat
hujan sore ini enggan menampakkan liurnya
yang pernah kurasa panas.
2012
Tsuyu kusa ya
tsuwamonodomo ga
yume no atoRerumputan musim hujan,
mengingatkan akan impian para
tentara yang berani.
Haiku di atas adalah milik dari Basho. Seorang penyair besar jepang yang juga dikenal sebagai pencipta haiku. Namun saya menyesuaikan sedikit dengan keadaan di Indonesia.
Continue reading “Bambu Masih Runcing”
Mukaku membiru, berbalut kelu yang terhambur sempurna di mataku. Rinai-rinai semakin terekam jelas. Mengucur melintas pori yang enggan membuka. Aku menggigil bersetubuh dengan dingin. Getaran rahangku nyaring memadu deretan gigi-gigi membentuk simfoni. Aku terseok berkalang lembaran dedaunan yang rontok di silir sang bayu. Temaram dalam laksa-laksa harap.
Continue reading “Merindu dalam Rinai”
Sekarang sedang musim pancaroba di Malang dan Blitar, tempat saya tinggal. Kemungkinan hampir di seluruh Indonesia juga bernasib sama. Jika siang sangat terik sekali. Suhu rata-rata di atas 30° C.
Continue reading “Pancaroba”