Nafasku tersengal. Kembang kempis terasa mau habis. Mataku kabur, temaram kian gelap. Tubuhku terasa sangat limbung. Ringan seperti kapas. Terasa ada aliran energi yang melemparku hingga melesat.

Braakkk…

Aku terjatuh pada suatu ruangan. Sangat terang. Ada banyak pria memakai jas rapi. Semua tersenyum melihatku. Ada yang bertepuk tangan juga.

“Tuan raja, upeti untuk tender proyek Tol sudah masuk brankas. Mohon setujui ini.” pria tambun kumis melengkus menyuruhku membubuhkan tanda tangan.

Aku masih diam. Bingung. “Maksud kamu apa?”

“Kan tuan raja bilang. Agar tender di setujui harus setor upeti. Tiga peti koin emas.”

Refleks langsung aku goreskan pena ke borang tanda tangan. Tanpa sadar.

“Ini tuan raja, untuk upeti eksplorasi migas dari investor manca.”

“Ini tuan raja, untuk upeti pemekaran resort di pulau perbatasan.”

“Tolong tanda tangan.”

“Ini juga butuh tanda tangannya tuan raja.”

Ruangan kian riuh. Semua berebut minta tanda tangan.

Kepalaku terasa berputar lagi. Bebunyian itu buatku pening. Pandanganku kabur. Terasa ada sesuatu hitam meluncur ke kepalaku.

Jdakk..

“Aww sakit.”

“Adi!! ayo sebutkan tugas Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif di negara ini!” bu Enny melempar penghapus ke arahku. Sekarang menyalak membuatku berabak.

“Anu bu???”