Tangis Rindang terus mengurai di pipinya yang merona. Isaknya menggema merdu di dinding kamar yang gelap. Hatinya kini sudah habis teriris oleh Denova. Bersisa guratan luka yang kian lama kian sakit.

Kesedihan yang berlarut ini disadarinya tiada guna. Hati manusia memang tidak dipaksakan. Memang kenyataan pahit selalu membekas. Tapi kenangan akan selalu terpatri indah dan tidak akan mudah terhapus.

Rindang bangkit, dihapusnya lelehan air mata yang terasa mengering dan membuat mukanya kaku. Diraihnya ponsel di atas meja. Ditekan beberapa tombol dan ia mulai menelpon.
Continue reading “Episode Empatbelas : Menunggumu…”